SAWITKU-Terlepas dari pro atau kontra atas kemauan politik Pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara Lumbung Pangan Dunia tahun 2045, sebagai sebuah cita-cita bangsa, kita patut untuk mendukungnya.
Selaku bangsa pejuang, kita tidak boleh ragu, jika kita sudah mengarahkan semangat yang cukup mulia.
Perwujudan Lumbung Pangan Dunia, bukan keinginan yang sifatnya mengecat langit.
Namun, melihat potensi yang dimiliki, hasrat meraih Lumbung Pangan Dunia 2045 merupakan sebuah "political will" yang cukup realistik.
Baca Juga: Bukan Deforestasi, Moeldoko Sebut UE Ingin Ganjal Biodiesel
Tinggal sekarang, bagaimana kita menyiapkan, merancang dan merumuskannya secara sungguh-sungguh, sehingga terbangun sebuah skenario yang terukur dan terarah dengan baik.
Menggapai Lumbung Pangan Dunia 2024, tidak mungkin akan terwujud, jika kita hanya mengedepankan wacana ketimbang kerja nyata.
Sangat keliru bila para penentu kebijakan hanya berbusa-busa bicara tentang Lumbung Pangan Dunia, kalau tidak diikuti oleh dukungan anggaran yang menopang.
Baca Juga: Ekonom Yakni Palm Co Mampu Jaga Pasokan Migor Nasional
Artinya, menjadi sangat ironis, di tengah spirit perwujudan Lumbung Pangan Dunia, sebagian besar anggaran pembangunan digunakan untuk membangun infrastruktur dasar.
Ini yang tidak boleh terjadi. Atas hal yang demikian, agar semangat pencapaian Lumbung Pangan Dunia 2045 tidak prematur, sedini mungkin, kita perlu menyusun Grand Desain Pencapaian Lumbung Pangan Dunia 2045, lengkap dengan Roadmap.
Adanya kebijakan Pemerintah yang menetapkan sebesar 20 % Dana Desa yang digelontorkan Pemerintah digunakan untuk program Ketahanan Pangan, tentu perlu kita dukung dengan sepenuh hati.
Baca Juga: 70 Tahun Beroperasi, Toko Gunung Agung Akhirnya Undur Diri
Kebijakan ini sangat menopang percepatan perwujydan Ketahanan Pangan di perdesaan. Bayangkan, jika setiap desa rata-rata mendapat Dana Desa sebesar Rp1 miliar, maka bisa kita hitung berapa dana yang terkumpul di desa-desa, jika dari Dana Desa itu tercatat dana Rp200 juta per desa.
Artikel Terkait
Uni Eropa Pernah Kuasai 50 persen Pasokan Minyak Sawit Dunia
Jegal Ekspor Sawit Indonesia, “Kampanye Basi” Deforestasi Setara Lapangan Sepak Bola "Digoreng" Lagi
Kolom Entang, PENAS 2023, Memahami Suara Petani Nelayan Indonesia