Ironis memang. Di saat para pegiat konservasi lingkungan dan lahan berjuang untuk menekan alih fungsi lahan yang membabi-buta, ternyata para penentu kebijakan terlihat seperti yang tidak hirau atas fenomena yang tengah berlangsung.
Lebih sedihnya lagi, Pemerintah seperti yang kurang peduli dengan semakin mengecilnya "ruang pertanian".
Mereka dengan gampang, seolah tanpa beban, merevisi RTRW sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Risikonya, lahan pertanian pangan semakin mengecil yang membuat produksi tidak mampu ditingkatkan secara signifikan.
Baca Juga: Mau Ikut Mudik Gratis 2023 Jasa Raharja, Ada 40 Tujuan Kota, Yuk Daftar Disini
Hal ini barangkali yang membuat Provinsi Jawa Barat dapat disalip oleh Provinsi Jawa Tengah dalam menghasilkan produksi padinya.
Alih fungsi lahan yang terjadi di Jawa Tengah tidak seheboh yang berlamgsung di Jawa Barat. Di sisi lain, upaya Pemerintah untuk melakukan pencetakan sawah baru, hampir tidak ada yang memuaskan.
Pengendalian Tata Ruang dan Wilayah, khususnya ruang untuk pertanian, sudah saatnya dijadikan prioritas oleh para penentu kebijakan, terutama para Kepala Daerah dalam merumuskan perencanaan pembangunannya. Gubernur dan Bupati/Walikota, perlu tampil sebagai pembawa pedang Samurai dalam menyelematkan lahan pertanian yang tersisa agar tidak dialih-fungsikan secara membabi-buta.
Alih fungsi lahan pertanian pangan produktif, hanya bisa dilakukan dalam kondisi yang sangat mendesak.
Baca Juga: Ini Daftar 28 Kota Tujuan Mudik Gratis 2023, Buruan Daftar Disini
Selama masih ada langkah lain yang dapat ditempuh, alih fungsi tidak bisa dilakukan. Komitmen inilah yang mesti melekat dalam nurani terdalam para Kepala Daerah.
Catatan kritisnya adalah apakah dalam suasana kekinian, masih akan ada Kepala Daerah yang mau berkomitmen sebagaimana digambarkan diatas ?
Menjadi Kepala Daerah seusai lahirnya Pemerintahan Orde Reformasi, tidaklah sesederhana di era Pemerintahan Orde Baru. Menjadi Gubernur, Bupati atau Walikota di jamannya Pak Harto, tidak terlalu membutuhkan dana yang sangat besar.
Ukuran prestasi, dedikasi, loyaliras dan tidak tercela (PDLT), lebih mengemuka ketimbang hal lainnya. Namun, di era Reformasi untuk menjadi seorang Kepala Daerah, sangat memerlukan modal yang sangat besar.
Baca Juga: Program Mudik Gratis BUMN Dibuka Hari Ini, Pakai Bus Hingga Kapal, Buruan daftar
Artikel Terkait
Kolom Entang, Manuk Hiber ku Jangjangna Jalma Hirup ku Akalna
Kolom Entang, Fleksibilitas Harga Gabah dan Beras
Kolom Entang, Jangan Lagi Cadangan Beras Pemerintah Amburadul
Enam Alasan Komisaris BUMN Bergaji Jumbo, Terakhir Paling Ngeri