Kolom Entang, Falsafah Bendo

- Minggu, 5 Maret 2023 | 06:28 WIB
Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat
Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat

SAWITKU-Dalam sebuah diskusi sekitar 3 tahun lalu, sesepuh perempuan Jawa Barat Ceu Popong yang sempat menjadi Wakil Rakyat selama 5 periode di DPR RI, sempat menegaskan bahwa masyarakat itu tergantung penguasa. Dalam bahasa lain nya "rahayat mah kumaha nu di bendo".

Pertanyaan selanjutnya adalah "kumaha ari nu di bendo na" ? Bagaimana dengan penguasanya ?

Pengungkapan nilai-nilai budaya Sunda yang diutarakan Ceu Popong pada hakekat nya memberi "warning" kepada kita bahwa dalam melakoni pembangunan selama ini, apa-apa yang diinginkan rakyat, ujung-ujungnya sangat ditentukan oleh penyikapan para penguasa terhadap aspirasi rakyat tersebut.

Baca Juga: Desak Sri Mulyani Mundur, Bursok Anthony Dipanggil Dirjen Pajak 

"Nu di bendo" memang masih segalanya. Keinginan rakyat belum tentu sama dengan harapan penguasa. Kalau rakyat menyukai aksi unjuk rasa sekiranya ada hal- hal menyakiti hati nuraninya, belum tentu penguasa menyenangi aksi rakyat turun ke jalan.

Kalau tiba-tiba pupuk bersubsidi hilang dari pasaran, lalu para petani datang rame-rame ke DPR, maka belum tentu gerakan ini satu nafas dengan maunya penguasa.

Akibatnya wajar, bila kemudian ada pihak yang menyatakan, antara aspirasi rakyat dengan sikap penguasa, identik dengan harapan dan kenyataan. Idealisme dan realisme.

Slogan "kumaha nu di bendo" dalam mengarungi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, jelas bukan hal yang perlu untuk dilestarikan.

Baca Juga: PPATK Bongkar Cara Culas Rafael Alun Sembunyikan Harta

Yang harus dicarikan solusi cerdasnya adalah cara agar yang di bendo dan yang tidak di bendo, mampu memiliki sikap, tindakan dan wawasan yang sama terhadap penyelenggaran pembangunan.

Mindset keduanya penting di satu pikirkan dan di satu hatikan. Tidak boleh ada sekat. Apalagi diciptakan jarak kehidupan. Dalam nilai-nilai kesundaan, dikenal juga istilah "someah".

Artinya perilaku yang menghargai keberadaan para pendatang. Dalam bahasa "kirata" (dikira-kira nyata), someah itu memiliki makna "hade ka semah" (baik kepada tamu).

Baca Juga: Cegah Karhutla, Riau Siagakan 10 Helikopter 

Artinya jika kita harus berperilaku baik kepada tamu, maka harus lebih bail lagi kepada yang bukan tamu. Itu sebabnya, bila seseorang didaulat untuk menjadi yang dibendo, maka dirinya tidak boleh "adigung" atau sombong.

Halaman:

Editor: Tommy Pardede

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Kolom Entang, Melestarikan Ruang Pertanian

Rabu, 24 Mei 2023 | 06:37 WIB

Kolom Entang, Satu Data Pertanian Indonesia

Rabu, 17 Mei 2023 | 06:00 WIB

Kolom Entang, Menanti Keperkasaan BULOG

Rabu, 10 Mei 2023 | 06:37 WIB

Kolom Entang, Capres Pro Petani

Rabu, 3 Mei 2023 | 08:55 WIB

Kolom Entang, Ukuran Sukses Food Estate

Selasa, 2 Mei 2023 | 06:36 WIB

Kolom Entang, Harga Beras Wajar

Jumat, 28 April 2023 | 07:54 WIB

Kolom Entang, 50 Tahun HKTI

Kamis, 27 April 2023 | 06:38 WIB

Kolom Entang, Gerakan Mengerem Konsumsi Nasi

Rabu, 26 April 2023 | 08:44 WIB
X