SAWITKU-PBB mengingatkan bahwa lonjakan konsumsi air mencerminkan kegagalan pemerintah untuk meningkatkan pasokan air publik.
Situasi ini mengancam tujuan pembangunan berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk air minum yang aman pada 2030 dengan harga terjangkau.
Menurut Institute for Water, Environment, and Health United Nations University (UNU-INWEH), pasar air kemasan tumbuh 73% dari 2010 hingga 2020.
Baca Juga: Hari Air Sedunia 22 Maret, BMKG Sebut Krisis Air Bersih di Depan Mata
Baca Juga: PPATK Tegaskan Pencucian Uang Rp300 Triliun di Kemenkeu Terjadi Sejak 2009
Konsumsi air berada di jalur yang meningkat dari sekitar 350 miliar liter pada 2021 menjadi 460 miliar liter pada 2030.
Dalam laporan itu, PBB memperkirakan sekitar 2,2 miliar orang tidak memiliki akses ke air minum yang aman.
Antara 2016 dan 2020, jumlah orang yang memiliki akses hanya tumbuh 4% secara global.
Negara-negara berkembang bergantung pada air kemasan untuk mengatasi kekurangan ini.
Baca Juga: Tak Berizin, Tiga Kebun Sawit Ini Terus Babat Hutan Papua
Mesir, menghadapi kelangkaan air, merupakan pasar dengan pertumbuhan tercepat untuk air kemasan yang diolah dari 2018 hingga 2021, kata laporan UNU.
Singapura dan Australia adalah konsumen air kemasan per kapita terbesar dengan masing-masing 1.129 liter dan 504 liter per tahun. Malaysia memimpin negara berkembang dalam konsumsi per kapita, yakni sedikit di bawah 150 liter.
Sementara itu, lebih dari sepertiga orang Amerika mengatakan mereka menggunakan air kemasan sebagai sumber air utama mereka, kata laporan itu.
Baca Juga: Bukan Pejabat Pajak, Sri Mulyani Sebut SB dan DY Ada Dibalik transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun
Artikel Terkait
Kutai Kartanegara Bakal Pasok Air baku ke IKN
Degradasi Lingkungan dan Iklim, Jokowi Sebut Ketersediaan Air Bersih Harus Jadi Isu Penting
Perubahan Iklim Sebabkan Krisis Air dan Kekeringan, Indonesia Ajak Dunia Peduli
Krisis Air Ancam Sektor Pertanian dan Perkebunan